Social Icons

Pages

Recent Post

Selasa, 22 September 2009

Seharusnya Puasa Syawal atau Qodho' puasa Ramadhan dulu?

Salah satu dari pintu-pintu kebaikan adalah melakukan puasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى أَبْوَابِ الْخَيْرِ؟ الصَّوْمُ جُنَّةٌ …

“Maukah aku tunjukkan padamu pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai, …” (HR. Tirmidzi, hadits ini hasan shohih)

Puasa dalam hadits ini merupakan perisai bagi seorang muslim baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia, puasa adalah perisai dari perbuatan-perbuatan maksiat, sedangkan di akhirat nanti adalah perisai dari api neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda dalam hadits Qudsi:

وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ

“Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhari)

Oleh karena itu, untuk mendapatkan kecintaan Allah ta’ala, maka lakukanlah puasa sunnah setelah melakukan yang wajib. Di antara puasa sunnah yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam anjurkan setelah melakukan puasa wajib (puasa Ramadhan) adalah puasa enam hari di bulan Syawal.

 

Dianjurkan untuk Puasa Enam Hari di Bulan Syawal

Puasa ini mempunyai keutamaan yang sangat istimewa. Hal ini dapat dilihat dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari sahabat Abu Ayyub Al Anshoriy, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim)

Pada hadits ini terdapat dalil tegas tentang dianjurkannya puasa enam hari di bulan Syawal dan pendapat inilah yang dipilih oleh madzhab Syafi’i, Ahmad dan Abu Daud serta yang sependapat dengan mereka. Sedangkan Imam Malik dan Abu Hanifah menyatakan makruh. Namun pendapat mereka ini lemah karena bertentangan dengan hadits yang tegas ini. (Lihat Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 8/56)


Puasa Syawal, Puasa Seperti Setahun Penuh

Dari Tsauban, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ (مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا)

“Barang siapa berpuasa enam hari setelah hari raya Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. [Barang siapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal].” (HR. Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil)

Orang yang melakukan satu kebaikan akan mendapatkan sepuluh kebaikan yang semisal. Puasa ramadhan adalah selama sebulan berarti akan semisal dengan puasa 10 bulan. Puasa syawal adalah enam hari berarti akan semisal dengan 60 hari yang sama dengan 2 bulan. Oleh karena itu, seseorang yang berpuasa ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan syawal akan mendapatkan puasa seperti setahun penuh. (Lihat Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 8/56 dan Syarh Riyadhus Sholihin, 3/465). Segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat ini bagi umat Islam.

 

Apakah Puasa Syawal Harus Berurutan dan Dilakukan di Awal Ramadhan ?

Imam Nawawi dalam Syarh Muslim, 8/56 mengatakan, “Para ulama madzhab Syafi’i mengatakan bahwa paling afdhol (utama) melakukan puasa syawal secara berturut-turut (sehari) setelah shalat ‘Idul Fithri. Namun jika tidak berurutan atau diakhirkan hingga akhir Syawal maka seseorang tetap mendapatkan keutamaan puasa syawal setelah sebelumnya melakukan puasa Ramadhan.” Oleh karena itu, boleh saja seseorang berpuasa syawal tiga hari setelah Idul Fithri misalnya, baik secara berturut-turut ataupun tidak, karena dalam hal ini ada kelonggaran. Namun, apabila seseorang berpuasa syawal hingga keluar waktu (bulan Syawal) karena bermalas-malasan maka dia tidak akan mendapatkan ganjaran puasa syawal.

Catatan: Apabila seseorang memiliki udzur (halangan) seperti sakit, dalam keadaan nifas, sebagai musafir, sehingga tidak berpuasa enam hari di bulan syawal, maka boleh orang seperti ini meng-qodho’ (mengganti) puasa syawal tersebut di bulan Dzulqo’dah. Hal ini tidaklah mengapa. (Lihat Syarh Riyadhus Sholihin, 3/466)

 

Tunaikanlah Qodho’ (Tanggungan) Puasa Terlebih Dahulu 

Lebih baik bagi seseorang yang masih memiliki qodho’ puasa Ramadhan untuk menunaikannya daripada melakukan puasa Syawal. Karena tentu saja perkara yang wajib haruslah lebih diutamakan daripada perkara yang sunnah. Alasan lainnya adalah karena dalam hadits di atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Barang siapa berpuasa Ramadhan.” Jadi apabila puasa Ramadhannya belum sempurna karena masih ada tanggungan puasa, maka tanggungan tersebut harus ditunaikan terlebih dahulu agar mendapatkan pahala semisal puasa setahun penuh.

Apabila seseorang menunaikan puasa Syawal terlebih dahulu dan masih ada tanggungan puasa, maka puasanya dianggap puasa sunnah muthlaq (puasa sunnah biasa) dan tidak mendapatkan ganjaran puasa Syawal karena kita kembali ke perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tadi, “Barang siapa berpuasa Ramadhan.” (Lihat Syarhul Mumthi’, 3/89, 100)

Catatan: Adapun puasa sunnah selain puasa Syawal, maka boleh seseorang mendahulukannya dari mengqodho’ puasa yang wajib selama masih ada waktu lapang untuk menunaikan puasa sunnah tersebut. Dan puasa sunnahnya tetap sah dan tidak berdosa. Tetapi perlu diingat bahwa menunaikan qodho’ puasa tetap lebih utama daripada melakukan puasa sunnah. Hal inilah yang ditekankan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin -semoga Allah merahmati beliau- dalam kitab beliau Syarhul Mumthi’, 3/89 karena seringnya sebagian orang keliru dalam permasalahan ini.

Kita ambil permisalan dengan shalat dzuhur. Waktu shalat tersebut adalah mulai dari matahari bergeser ke barat hingga panjang bayangan seseorang sama dengan tingginya. Kemudian dia shalat di akhir waktu misalnya jam 2 siang karena udzur (halangan). Dalam waktu ini bolehkah dia melakukan shalat sunnah kemudian melakukan shalat wajib? Jawabnya boleh, karena waktu shalatnya masih lapang dan shalat sunnahnya tetap sah dan tidak berdosa. Namun hal ini berbeda dengan puasa syawal karena puasa ini disyaratkan berpuasa ramadhan untuk mendapatkan ganjaran seperti berpuasa setahun penuh. Maka perhatikanlah perbedaan dalam masalah ini!


Boleh Berniat di Siang Hari dan Boleh Membatalkan Puasa Ketika Melakukan Puasa Sunnah

Permasalahan pertama ini dapat dilihat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk menemui keluarganya lalu menanyakan: “Apakah kalian memiliki sesuatu (yang bisa dimakan, pen)?” Mereka berkata, “tidak” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Kalau begitu sekarang, saya puasa.” Dari hadits ini berarti seseorang boleh berniat di siang hari ketika melakukan puasa sunnah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga terkadang berpuasa sunnah kemudian beliau membatalkannya sebagaimana dikatakan oleh Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha dan terdapat dalam kitab An Nasa’i. (Lihat Zadul Ma’ad, 2/79)

 

Semoga dengan sedikit penjelasan ini dapat mendorong kita melakukan puasa enam hari di bulan Syawal, semoga amalan kita diterima dan bermanfaat pada hari yang tidak bermanfaat harta dan anak kecuali yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.

 Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallaahu ‘alaa nabiyyina Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shohbihi wa sallam.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.muslim.or.i

Selasa, 15 September 2009

6 Pertanyaan yang Harus Direnungkan

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Sebagai renungan kita bersama...
1. Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ?
2. Apa yang paling jauh dari kita di dunia ?
3. Apa yang pa
ling besar di dunia ?
4. Apa yang paling berat di dunia ?
5. Apa yang paling ringan di dunia ?
6. Apa yang paling tajam di dunia ?


Suatu hari, Imam Al Ghozali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu Imam Al Ghozali bertanya.... pertama,"Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?". Murid-muridnya menjawab "orang tua,guru,kawan,dan sahabatnya". Imam Ghozali menjelaskan semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah “MATI”. Sebab itu sememangnya janji Allah SWT bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. (Ali Imran 185)

Lalu Imam Ghozali meneruskan pertanyaan yang kedua...."Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?".Murid -muridnya menjawab "negara Cina, bulan, matahari dan bintang - bintang". Lalu Imam Ghozali menjelaskan bahwa semua jawaban yang mereka berikan itu adalah benar. Tapi yang paling benar adalah “MASA LALU”. Walau dengan cara apa pun kita tidak dapat kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.

Lalu Imam Ghozali meneruskan dengan pertanyaan yang ketiga...."Apa yang paling besar di dunia ini?". Murid-muridnya menjawah "gunung,bumi dan matahari". Semua jawaban itu benar kata Imam Ghozali. Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah “NAFSU” (Al A'Raf: 179).Maka kita harus berhati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka.

Pertanyaan keempat adalah, "Apa yang paling berat di dunia ini?". Ada yang menjawab "besi dan gajah". Semua jawaban adalah benar, kata Imam Ghozali, tapi yang paling berat adalah “MEMEGANG AMANAH” (Al Ahzab 72). Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi kalifah (pemimpin) di dunia ini.Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT,sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak dapat memegang amanahnya.

Pertanyaan yang kelima adalah, "Apa yang paling ringan di dunia ini?" Ada yang menjawab "kapas, angin, debu dan daun-daunan". Semua itu benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling ringan di dunia ini adalah “MENINGGALKAN SHOLAT”. Gara-gara pekerjaan kita meninggalkan sholat,gara-gara bermesyuarat kita meninggalkan sholat.

Dan pertanyaan keenam adalah, "Apakah yang paling tajam di dunia ini?"... Murid-muridnya menjawab dengan serentak, "pedang". Benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling tajam adalah “LIDAH MANUSIA”. Karena melalui lidah, Manusia selalunya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.





Saudariku, Apa Yang Menghalangimu Untuk Berhijab? 
Oleh :Syaikh Abdul Hamid Al Bilaly

 “Dan demi jiwa serta penyempuraannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.” (Asy Syams:7-8)

 Manusia diciptakan oleh Allah dengan sarana untuk meniti jalan kebaikan atau jalan kejahatan. Allah memerintahkan agar kita saling berwasiat untuk mentaati kebenaran, saling memberi nasihat di antara kita dan menjadikannya di antara sifat-sifat orang yang terhindar dari kerugian. Sebagaimana disebutkan dalam surat Al ‘Ashr, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjelaskan bahwa kewajiban kita terhadap sesama adalah saling menasihati. Beliau bersabda :
“Orang mukmin adalah cermin bagi orang mukmin lainnya.” (Diriwayatkan oleh Thabrani dalam Al Autsah dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shah Jami’ush Shaghir, hadits no. 6531)

 Penukis hadirkan tulisan ini untuk segolongan kaum muslimah yang belum mentaati perintah berhijab (Hijab : Maksudnya busana wanita muslimah yang menutupi seluruh bagian tubuhnya dari kepala hingga telapak kaki, hijab tersebut mempunyai syarat-syarat tertentu seperti yang diperintahkan syari’at) baik karena belum mengetahui bahwa hijab adalah wajib karena tidak mampu melawan tipu daya dan pesona dunia, karena takluk di hadapan nafsu yang senantiasa memerintahkan keburukan atau tunduk oleh bisikan setan, karena pengaruh teman yang tidak suka kepada kebaikan bagi sesama jenisnya atau karena alasan-alasan lain.  


SYUBHAT DAN SYAHWAT

 Setan bisa masuk kepada manusia melalui dua pintu tama, yaitu syubhat dan syahwat. Seseorang tidak melakukan suatu tindak maksiat kecuali dari dua pintu tersebut. Dua perkara itu merupakan penghalang sehingga seorang muslim tidak mendapatkan keridhaan Allah, masuk surga dan jauh dari Neraka. Di bawah ini akan kita uraikan sebab-sebab utama dari syubhat dan syahwat.

1. SYUBHAT PERTAMA : MENAHAN GEJOLAK SEKSUAL

Syubhat ini menyatakan, gejolak nafsu seksual pada setiap manusia adalah sangat besar dan membahayakan. Ironinya, bahaya itu timbul ketika nafsu tersebut ditahan dan dibelenggu. Jika terus menerus ditekan, ia bisa mengakibatkan ledakan dahsyat.

Hijab wanita akan menyembunyikan kecantikannya, sehingga para pemuda tetap berada dalam gejolak nafsu seksual yang tertahan, dan hampir meledak, bahkan terkadang tak tertahankan sehingga ia lampiaskan dalam bentuk tindak perkosaan atau pelecahan seksual lainnya. 

Sebagai pemecahan masalah tersebut, satu-satunya cara adalah membebaskan wanita dari mengenakan hijab agar para pemuda mendapatkan sedikit nafas bagi pelampiasan nafsu mereka yang senantiasa bergolak di dalam. Dengan demikian, hasrat mereka sedikit bisa terpenuhi. Suasana itu lalu akan mengurangi bahaya ledakan gejolak nafsu yang sebelumnya tertahan dan tertekan.  

2. SYUBHAT KEDUA : BELUM MANTAP

 Hal ini lebih tepat digolongkan kepada syahwat dan menuruti hawa nafsu daripada disbut syubhat. Jika salah seorang ukhti yang belum mentaati perintah berhijab ditanya, mengapa ia tidak mengenakan hijab? Di antaranya ada yang menjawab : “Demi Allah, saya belum mantap dengan berhijab. Jika saya telah merasa mantap dengannya saya akan berhijab, Insya Allah.”

 Ukhti yang berdalih dengan syubhat ini hendaknya bisa membedakan antara dua hal, yakni antara perintah Tuhan dengan perintah manusia. Jika peritnah itu datangnya dari manusia maka manusia bisa salah dan bisa benar. Imam Malik berkata : “Dan setiap orang bisa diterima ucapannya dan juga bisa ditolak, kecuali (perkataan) orang yang ada di dalam kuburan ini.” Yang dimaksudkan adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

 Ketika Allah memerintahkan kita dengan suatu perintah, Dia Maha Mengetahui bahwa perintah itu untuk kebaikan kita,dan salah satu sebab bagi tercapainya kebahagiaan kita. Demikian pula halnya dengan ketika memerintah wanita berhijab, Dia Maha Mengetahui bahwa itu adalah salah satu sebab tercapainya kebahagiaan, kemuliaan dan keagungan wanita.

Wahai Ukhti..
Apakah hanya demi penampilan, kebanggaan dan saling unggul-mengungguli di dunia, lain anda rela menjual akhirat dan siap menerima adzab yang pedih? Sungguh, kami tidak berharap untuk ukhti, melainkan kebaikan di dunia dan di akhirat. Kami meminta agar ukhti mau menggunakan akal sehat dalam menentukan pilihan ini.

3. SYUBHAT KETIGA : IMAN ITU LETAKNYA DI HATI

 Jika salah seorang di antara mereka ditanya, mengapa dia tidak berhijab? Maka ukhti yang terhormat ini akan menjawa: “Ah, iman itu letaknya di hati”. Ini adalah jawaban yang paling sering dilontarkan para wanita muslimah yang belum berhijab. Karena itu, di bawah ini akan kita bahas syubhat tersebut.

 Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallan bersabda :
“Taqwa itu ada di sini”, seraya menunjuk ke arah dadanya”. Pengarang kitab Nuzhatul Mutraqin berkata: “Hadits ini menunjukkan, pahala amal tergantung keikhlasan hati, kelurusan niat, perhatian terhadap situasi hati, pelempangan tujuan dan kebersihan hati dari segala sifat tercela yang dimurkai Allah”.

 Kepada ukhti yang belum berhijab dengan alasan “iman itu letaknya di hati”, kami hendak bertanya, andaikata seorang kepala sekolah memintanya membuat laporan, atau mengawasi murid-murid, atau memberi pelajaran ekstra kurikuler, atau menjadi petugas piket untuk menggantikan guru yang berhalangan hadir atau pekerjaan lain, logiskah jika dia menjawab: “Dalam hati, saya percaya dan sudah mantap terhadap apa yang diminta oleh direktur kepadaku, tetapi aku tidak mau melaksanakan apa yang dikehendakinya dariku:. Apakah jawaban ini bisa diteriman?
Lalu apa akibat yang bakal menimpanya?
 
 Ini sekedar contoh dalam khidupan manusia. Lalu bagaimana jika urusan ini berhubungan dengan Allah, Tuhan manusia yang memliki sifat Yang Maha Tinggi ?

4. SYUBHAT KEEMPAT : ALLAH BELUM MEMBERIKU HIDAYAH

 Para akhwat yang tidak berhijab banyak yang berdalih: “Allah belum memberiku hidayah. Sebenarnya aku juga ingin berhijab,tetapi hendak bagaimana jika hingga saat ini Allah belum memberiku hidayah, do’akanlah agar segera mendapat hidayah!” Ukhti yang berdalih seperti ini telah terperosok dalam kekeliruan yang nyata. Kami ingin bertanya: “Bagaimana engkau mengetahui bahwa Allah belum memberimu hidayah?” 
Jika jawabannya, “Aku tahu”, maka ada satu dari dua kemungkinan:

 Pertama, dia mengetahui ilmu ghaib yang ada di dalam kitab yang tersembunyi (Lauhul Mahfuzh). Dia pasti mengetahui pula bahwa dirinya termasuk orang-orang yang celaka dan bakal masuk Neraka
 Kedua, ada makhluk lain yang mengabarkan padanya tentang nasib dirinya, bahwa dia tidak termasuk wanita yang mendapatkan hidayah. Bisa jadi yang memberitahu itu malaikat atau pun manusia.

Jika kedua jawaban itu tidak mungkin adanya, bagaimana engkau mengetahui Allah belum memberimu hidayah? Ini salah satu masalah. Masalah lain adalah Allah telah menerangkan dalam kitabNya bahwa hidayah itu ada dua macam. Masing-masing adalah hidayah dilalah dan hidaya taufiq.


5. SYUBHAT KELIMA : TAKUT TIDAK LAKU NIKAH

 Sebagian akhawat yang tidak berhijab berdalih dengan takut tidak laku nikah. Syubhat yang dibisikkan setan dalam jiwa sebagian akhawat yang tidak berhijab ini, pangkalnya adalah perasaan bahwa para pemuda tidak akan mau memutuskan menikah kecuali jika dia telah melihat badan, rambut, kulit, kecantikan dan perhiasan sang gadis. Jika ia berhijab atau memakai cadar, tentu tak ada yang bisa dilihat dari padanya sehingga sang pemuda enggan mengambil keputusan untuk menikahinya. Ironinya, kepercayaan seperti ini, tidak hanya monopoli para akhawat, tetapi juga merupakan kepercayaan para orang tua, pada akhirnya mereka melarang anak-anak puterinya memakai hjab. Syubhat ini tidak bisa diterima leewat dua alasan mendasar. Penilaian dari sisi teori dasar meskipun kecantikan merupakan salah satu sebab paling pokok dalam pernikahan, tetapi ia bukan satu-satunya sebab dinikahinya wanita. Rasulullah Shallallahu”Alaih Wasallam bersabda:
“Wanita itu dinikahi karena empat hal. Yaitu karena harta, keturunan, kecantikan dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang berpegang teguh dengan agama, (jika tidak) niscaya kedua tanganmu berlumur debu.”

 Memang demikan yang terjadi. Kaum laki-laki tidak hanya melihat unsur kecantikan semata tetapi ada hal-hal lain yang menyatu dengan kecantikan itu atau terlepas darinya yang dijadikan sebagai pertimbangan dalam memilih isteri. Namun para gadis dan orangtua banyak yang menganggap kecantikan adalah segala-galanya. Atau setidak-tidaknya menjadikan kecantikan sebagai unsur terpenting, sedangkan hal lainnya bisa dikesampingkan. Jelas, jalan pikiran seperti ini bertentangan dengan naluri manusia. 


6. SYUBHAT KEENAM: IA MASIH BELUM DEWASA

  Syubhat ini banyak beredar di kalangan orangtua serta sebagian akhawat yang tidak berhijab. Sebenarnya anak-anak tersebut sudah memiliki niat memakai hijab, tetapi kemudian ditunda karena syubhat ini. Karena itu dalih ini lebih pantas disebut hawa nafsu daripada syubhat.
 
 Kebanyakan mereka berkata: “Jangan sampai melarangnya menikmati kehidupan. Dia toh masih belum dewasa. Dia masih senang dengan pakaian yang indah, bersolek dengan berbagai macam make up serta masih suka menampakkan kecantikannya. Semua ini membuatnya lebih berbahagia dan menikmati hidup”. Kenapa kita melarang dan menghalangi kebahagiaan justru pada saat umur mereka masih relatif sangat muda? Kalau kita terlanjur ketinggalan kereta, mengapa kita membuatnya pula ketinggalan kereta dengan begitu tergesa-gesa? Menurut pendapat mereka, masa belum dewasa berlangsung hingga anak berumur dua puluh tahun. Karenanya, meskipun ada gadis datang bulan pada umur 13 tahun, dia masih dianggap anak-anak.

Nasihat untuk Para Wali
 Sesungguhnya para wali, baik bapak atau ibu mencegah anak-anak puterinya berhijab dengan dalih karena masih belum dewasa, mereka memiliki tanggung jawab yang besar di hadapan Allah pada hari Kiamat. Ketika seorang gadis mendapatkan haid, seketika itu pula ia wajib berhijab, menurut syari’at. Jika wali gadis itu melarangnya berhijab, maka dia mendapat dosa besar, dan Allah akan, menanyakan hal itu pada hari Kiamat. Allah berfirman yang artinya:
“Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya”. (Ash-Shaaffaat:24) Maksudnya jika ia menyuruh anak puterinya memakai hijab sejak dini.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallan bersabda:
“Masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu akan ditanya tentang yang dipimpinnya..”

 Seorang ayah adalah pemimpin pertama dalam rumah tangga. Pada hari Kiamat dia akan ditanya tentang masing-masing orang yang ada di bawah kepemimpinannya. Setiap ayah hendaknya bertanya kepada dirinya sendiri: “Berapa banyak para pemuda yang tergoda oleh anak puterinya? Seberapa jauh puterinya menyebabkan penyimpangan para pemuda?”

Ungkapan Cinta Untuk Anak-anak Puteri
 Allah sebagai saksi, betapa kami amat mengkhawatirkan dirimu akan mendapat siksa Allah. Kami begitu ingin menyelamatkanmu dari segala bahaya yang akan menimpamu, baik di dunia maupun di akhirat. Ini adalah kewajiban seorang muslim kepada saudaranya muslim yang lain.

 Diantara bahaya yang bakal menimpa ukhti yang tidak berhijab, baik di dunia maupun di akhirat, adalah seperti disebutkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam sabdanya: “Akan ada di akhir umatku kaum lelaki yang menunggang pelana seperti layaknya kaum lelaki, mereka turun di depan pintu-pintu masjid, wanita-wanita mereka berpakaian (tetapi) telanjang, di atas kepala mereka (terdapat sesuatu) seperti punuk onta yang lemah gemulai. Laknatlah mereka! Sesungguhnya mereka adalah wanita-wanita terlaknat. 

 Wahai ukhti yang tak ber-hijab! Tahukah engkau makna laknat? Laknat artinya dijauhkan dari rahmat Allah Ta’ala. Dalam hadits tadi, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan setiap muslim agar melaknat tipe wanita seperti yang telah disebutkan, yaitu mereka yang mengenakan pakaian di tubuh mereka tapi tidak sampai menutup auratnya sehingga seakan-akan mereka telanjang. Dalam hadits lain Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Dua kelompok termasuk penghuni Neraka, aku (sendiri) belum pernah melihat mereka, yaitu orang-orang yang membawa cemeti seperti ekor sapi, dengannya mereka mencambuki manusia, dan para wanita yang berpakaian (tetapi) telanjang, bergoyang-goyang dan berlenggak-lenggok, kepada mereka (ada sesuatu) seperti punuk unta yang bergoyang-goyang. Mereka tentu tidak akan masuk surga, bahkan tidak mendapatkan baunya. Dan sesungguhnya bau Surga itu tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian”. (HR. Muslim)

 Dalam hadits di atas terdapat sifat-sifat secara rinci tentang golongan wanita ini, yaitu:
 Mengenakan sebagian pakaian, tetapi dia menyerupai orang telanjang, karena sebagian besar tubuhnya terbuka dan itu mudah membangkitkan birahi laki-laki, seperti paha, lengan, rambut, dada dan lain-lainnya. Juga pakaian yang tembus pandang atau yang amat ketat, sehingga membentuk lekuk-lekuk tubuhnya, maka ia seperti telanjang, meski berpakaian.

 Jalannya lenggak-lenggok dan bergoyang sehingga membangkitkan nafsu birahi

 Kepalanya tampak lebih tinggi sebab is membuat seni hiasan dari bulu atau rambut sintetis karena tingginya, ia seperti punuk onta.

 Hadits tersebut juga menjelaskan hakikat golongan wanita yang tidak masuk Surga bahkan sekedar mencium bau wanginya pun tidak, padahal rahmat Allah meliputi segenap langit dan bumi. Belum lagi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallan yang menyuruh kaum muslimin agar melaknat mereka. “Laknatlah mereka, sesungguhnya mereka adalah wanita terlaknat”.

Apakah Engkau Menjamin Umurmu Masih Panjang?

 Wahai ukhti yang tidak berhijab! Engkau tidak mau berhijab dengan dalih masih belum dewasa, apakah engkau dapat menjamin umurmu panjang beberapa saat lagi? Apakah engkau tahu, atau seseorang mengabarkan padamu tentang kapan engkau bakal mati? Jika tidak, maka boleh jadi kematian akan menjemputmu setelah setahun, sebulan, seminggu, sehari, sejam atau sedetik kemudian. Semua itu serba mungkin, selama kita tidak tahu kapan ajal kita akan datang.


7. SYUBHAT KETUJUH: MODE DAN BUKAN HIJAB

 Sebagian wanita muslimah yang tidak berhijab, mengulang-ulang syubhat yang intinya, tidak ada yang disebut hijab secara hakiki, ia sekedar mode. Maka, jika itu hanya mode, kenapa harus dipaksakan untuk mengenakannya?
 Mereka lalu menyebutkan beberapa kenyataan serta penyimpangan yang dilakukan oleh sebagian ukhti berhijab yang pernah mereka saksikan. Sebelum membantah syubhat ini, kami perlu mengetengahkan, ada enam macam alasan yang karenanya seorang ukhti mengenakan hijab:
 Pertama, ia berhijab untuk menutupi sebagian cacat tubuh yang dideritanya.
 Kedua, ia berhijab untuk bisa mendapatkan jodoh. Sebab sebagian besar pemuda, yang taat menjalankan syari’at agama atau tidak, selalu mengutamakan wanita yang berhijab.
 Ketiga, ia berhijab untuk mengelabui orang lain bahwa dirinya baik-baik. Padahal, sebenarnya ia suka melanggar syari’at Allah. Dengan berhijab, maka keluarganya akan percaya terhadap keshalihannya, orang tidak ragu-ragu tentangnya. Akhirnya,dia bisa bebas ke luar rumah kapan dan ke mana dia suka, dan tidak akan ada seorang pun yang menghalanginya.
 Keempat, ia memakai hijab untuk mengikuti mode, hal lazim disebut “hijab ala Perancis”. Mode itu biasanya menampakkan sebagian jalinan rambutnya, memperlihatkan bagian atas dadanya, memakai rok hingga pertengahan betis, memperlihatkan lekuk tubuhnya. Terkadang memakai kain yang tipis sekali sehingga tampak jelas warna kulitnya, kadang-kadang juga memakai celanca panjang. Untuk melengkapi mode tersebut, ia memoles wajahnya dengan berbagai macam make up, juga menyemprotkan parfum, sehingga menebar bau harum pada setiap orang yang dilaluinya. Dia menolak syari’at Allah , yakni perintah mengenakan hijab. Selanjutnya lebih mengutamakan mode-mode buatan manusia seperti Christian Dior, Valentine, San Lauren, Canal, Cartier dan merek dari nama-nama orang-orang kafir lainnya.
 Kelima, ia berhijab karena paksaan dari kedua orang tuanya yang mendidiknya secara keras di bidang agama, atau karena melihat keluarganya semua berhijab sehingga ia terpaksa menggunakannya padahal dalam hatinya ia tidak suka. Jika tidak mengenakan, ia takut akan mendapat teror dan hardikan dari keluarganya. Golongan wanita seperti ini, jika tidak melihat ada orang yang mengawasinya, serta merta ia akan melepas hijabnya, sebab ia tidak percaya dan belum mantap dengan hijab.
 Keenam, ia mengenakan hijab karena mengikuti aturan-aturan syari’at. Ia percaya bahwa hijab adalah wajib, sehingga ia takut melepaskannya. Ia berhijab hanya karena mengharapkan ridha Allah, tidak karena makhluk-makhluk-Nya. Wanita berhijab jenis ini, akan selalui memperhatikan ketentuan-ketentuan berhijab, di antaranya:
1) Hijab itu longgar, sehingga tidak membentuk lekuk-lekuk tubuh
2) Tebal, hingga tidak kelihatan sedikit pun bagian tubuhnya
3) Tidak memakai wangi-wangian
4) Tidak meniru mode pakaian wanita-wanita kafir, sehingga wanita-wanita muslimah memiliki identitas pakaian yang dikenal
5) Tidak memilih warna kain yang kontras (menyala), sehingga menjadi pusat perhatian orang 
6) Hendaknya menutupi seluruh tubuh, selain wajah dan kedua telapak tangan,menurut suatu pendapat, atau menutupi seluruh tubuh dan yang tampak hanya mata, menurut pendapat yang lain
7) Hendaknya tidak menyerupai pakaian laki-laki, sebab hal tersebut dilarang oleh syara’
8) Tidak memakai pakaian yang sedang menjadi mode dengan tujuan pamer misalnya, sehingga ia terjerumus kepada sifat membanggakan diri yang dilarang agama

Selain berhijab yang disebutkan terakhir (poin keenam), maka alasan-alasan mengenakan hijab adalah keliru dan bukan karena mengharap ridha Allah. Ini bukan berarti, tidak ada orang yang menginginkan ridha Allah dalam berhijab. Berhijablah sesuai dengan batas-batas yang ditentukan syari’at sehingga anda termasuk dalam golongan wanita yang berhijab karena mencari ridha Allah dan takut akan murka-Nya.

8. SYUBHAT KEDELAPAN: MENGHALANGI BERKAH

 Syubhat ini –sebagaimana yang terdahulu- lebih tepat disebut syahwat daripada syubhat. Ia adalah nafsu buruk sehingga menghalangi para wanita berhijab. Tetapi wanita yang menurutkan dirinya di belakang nafsu ini patut kita pertanyakan: “Untuk siapa engkau pamer aurat? Untuk siapa engkau berhias?”
 Jika jawabannya: “Aku memamerkan tubuhku dan bersolek agar semua orang mengetahui kecantikan dan kelebihan diriku, “ maka kembali kita perlu bertanya:
“Apakah kamu rela, kecantikanmu itu dinikmati oleh orang yang dekat dan jauh darimu?”
“Relakah kamu menjadi barang dagangan yang murah bagi semua orang baik yang jahat maupun yang terhormat?”
“Bagaimana engkau bisa menyelamatkan dirimu dari mata para serigala yang berwujud manusia?” “Maukah kamu, jika dirimu dihargai serendah itu?”
9.SYUBHAT KESEMBILAN: HIJAB MENCIPTAKAN PENGANGGURAN SEBAGIAN SDM DI MASYARAKAT

 Syubhat ini tidak begitu populer di kalangan wanita tak berhijab tetapi ia amat sering dilontarkan oleh orang-orang sekuler dan para pendukungnya. Menurut mereka, hijab wanita akan menciptakan pengangguran sebagian dari SDM (Sumber Daya Manusia) yang dimiliki oleh masyarakat. Padahal Islam menyuruh para wanita agar tetap tinggal di rumah atau dengna kata lain, para wanita tidak diwajibkan untuk bekerja karena ia sudah merupakan kewajiban sang suami untuk mencari nafkah. 
 Syubhat yang sering kita dengar ini, dapat kita sanggah dengan beberapa argumentasi:
 Pertama, pada dasarnya wanita itu memang harus tetap tinggal di rumahhnya. Allah berfirman:
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah terdahulu.” (Al-Ahzab:33)
Ini bukan berarti melecehkan keberadaan wanita, atau tidak mendayagunakan SDM-nya, tetapi hal itu merupakan penempatan yang ideal sesuai dengan kodrat dan kemampuan wanita.
 Kedua, Islam memandang bahwa pendidikan anak, penanaman nilai-nilai akhlak dan bimbingan terhadap mereka sebagai suatu kewajiban wanita yang paling hakiki. Berbagai hasil penelitian, yang dikuatkan oleh data statistik, baik yang berskala internasional maupun nasional menunjukkan berbagai penyimpangan anak-anak muda, faktor utamanya “broken home” (keruntuhan rumah tangga) serta kurangnya perhatian orang tua terhadap anak-anaknya.
 Ketiga, Islam tidak membebani wanita mencari nafkah. Mencari nafkah adalah tugas laki-laki. Karena itu, secara alamiah, yang paling patut keluar rumha untuk bekerja adalah laki-laki, sehingga wanita bisa sepenuhnya mengurus pekerjaan yang justru lebih penting daripada jika ia harus bekerja di luar rumah, yaitu mendidik generasi muda. Dan sungguh, tugas paling berat dalam masyarakat adalah mendidik generasi muda sebab daripadanya akan lahir tatanan masyarakat yang baik
 Keempat, Islam sangat memperhatikan perlingungan terhadap masyarakat dari kehancuran. Pergaulan bebas, (bercampurnya laki-laki dengan perempuan tanpa hijab) dan sebagainya menyebabkan lemahnya tatanan masyarakat serta menjadikan wanita korban pelecehan oleh orang-orang yang lemah jiwanya. Dan dengan pergaulan yang serba boleh itu, masing-masing lawan jenis akan disibukkan oleh pikiran dan perasaan yang tak bermanfaat, apalagi jika ikhtilath itu oleh pihak wanita sengaja dijadikan ajang pamer kecantikan dan perhiasannya.
 Kelima, Islam tidak melarang wanita bekerja. Bahkan dalam kondisi tertentu, Islam mewajibkan wanita berkerja yakni jika pekerjaan itu memang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat demi mencegah madharat seperti profesi dokter spesialis wanita, guru di sekolah khusus wanita, bidan serta profesi lain yang melayani berbagai kebutuhan khusus wanita
 Keenam, dalam kondisi terpaksa, Islam tidak melarang waita bekerja selama berpegang dengan tuntunan syari’at. Seperti meminta izin kepada walinya, menjauhi ikhtilath, khalwat (berduaan dengan selain mahram), profesinya bukan jenis pekerjaan maksiat, jenis pekerjaan itu dibenarkan syari’at, tidak keluar dari kebiasaan dan tabiat wanita, tidak mengganggu tanggung jawab pokoknya sebagai ibu rumah tangga serta syarat-syarat lain yang diatur oleh agama.

K10. SYUBHAT KESEPULUH: HIJAB BUKAN FENOMENA TAPI BUDAYA

 Banyak orang berkata: “Hijab merupakan fenomena keterbelakangan bagi masyarakat, hijab tidak menunjukkkan budaya modern dan maju. Wanita yang berhijab laksana tenda hitam yang berjalan, sangat aneh, dan mengembalikan masyarakat pada kehidupan primitif.”

1. Kerancuan Istilah
Syubhat ini langsung gugur karena kesalahan fatald dari argumentasi itu sendiri. Kemajuan budaya bukanlah diukur dengan simbol-simbol fisik dan materi, seperti pakaian, bangunan, kendaraan, perhiasan dan hal-hal lahiriah lainnya. Orang yang mengukur kemajuan budaya masyarakat dengan simbol-simbol fisik adalah orang yang tidak memahami masalah dan tidak bisa berfikir secara logis.
Kebudayaan adalah istilah. Ia merupakan kumpulan nilai-nilai, akhlak dan perilaku dalam suatu masyarakat. Adapun fenomena fisik atau material –seperti dicontohkan di atas- semua itu tidak masuk dalam lingkup budaya, tetapi wujud dari peradaban.

2. Penjelasan dari Sisi Empiris
Sebagai contoh, jika seseorang melawat ke Amerika, ia akan merasakan dan menyaksikan kebebasan sangat dijunjung tinggi oleh setiap orang di sang, baik pejabat pemerintah atau rakyat biasa. Sebagai simbol kebebasan tersebut, mereaka membangun patung Liberty (kebebasan) di jantung kota besar di negara adidaya tersebut.
Karena itu Amerika tidak saja menjadi pelopor dunia di bidang teknologi semata tetapi juga di bidang nilai-nilai kemanusiaan. Pemerintah yang sangat berkuasa itu begitu menjaga nilai-nilai tersebut untuk kepentingan rakyatnya. Negara-negara lain, ukuran keberhasilan dan kemundurannya juga dilihat dari seberapa jauh mereka menghormati nilai-nilai tersebut berikut penerapannya.
Contoh lain, ketika anda pergi ke stasiun kereta api, di negara mana pun di Eropa, tentu anda akan mendapati jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta api selama sepekan, lengkap dengan jam dan menitnya. Misalnya, dalam jadwal tertulis, hari Senin, kereta api pertama tiba pada pukul 06.40 pagi. Jika anda menunggu di stasiun, anda akan mendapati kereta api datang tepat pada waktunya, tidak terlambat meskipun hanya satu menit. Seandainya terjadi keterlambatan sedikit saja, maka di mana-mana akan melihat pengaduan, bahkan petugas yang menyebabkan keterlambatan tersebut, dapat dipecat dari tugasnya. Mungkin juga akan menimbulkan gejolak baik lewat media massa atau unjuk rasa. 
“Menghormati waktu” adalah satu di antara nilai-nilai yang dimiliki oleh Eropa. Maka, ukuran kemajuan Eropa dan peradabannya tidak semata karena teknologinya, tetapi juga karena mereka memiliki nilai-nilai yang selalu dijunjung tinggi.
Sebaliknya, masyarakat kita tergolong masyarakat terbelakang, bukan karena tidak memiliki teknologi semata, tetapi karena kita menjauhi nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang kita miliki. Padahal nilai-nilai kita bersumber dari agama Islam kita yang agung. Dari sinilah, lain masyarakat kita tergolong masyarakat yang paling banyak pelanggarannya terhadap hak-hak asasi manusia (HAM), kezhaliman merajalela di mana-mana, marak berbagai pelecehan terhadap hukum dan peraturan, jarang mengikutsertakan aspirasi rakyat, tidak suka mendengarkan pendapat orang lain serta berbagai tindak pelecehan lainnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka mengenakan hijab Islami terhitung satu langkah maju untuk membangun budaya masyarakat, sebab ia adalah cerminan akhlak, perilaku dan nilai yang berdasarkan agama kita yang lurus. Tidak seperti tuduhan mereka, ber-hijab bukan fenomena budaya.

11. SYUBHAT KESEBELAS: ORANG TUA DAN SUAMIKU MELARANG BERHIJAB

 Dasar permasalahan ini adalah bahwa ketaatan kepada Allah harus didahulukan daripada ketaatan kepada makhluk siapapun dia. Setelah ketaatan kepada Allah, kedua orang tua lebih berhak untuk ditaati dari yang lainnya, selama keduanya tidak memerintahkan pada kemaksiatan.
 Masalah lain bahwa menyelisihi wali karena melaksanakan perintah Allah adalah di antara bentuk taqarrub kepada Allah yang paling agung, dan itu sekaligus termasuk bentuk dakwah kepada wali.
 Masalah ketiga, jika wali, baik ayah atau suami melihat orang yang berada di bawah tanggung jawabnya bersikeras, biasanya wali akan mengalah dan menghormati pilihan orang yang berada di bawah tanggung jawabnya. Kecuali jika wali itu tidak memiliki rasa cinta hakiki kepada orang yang berada di bawah tanggung jawabnya.

Berikut kami turunkan beberapa fatwa ulama besar seputar masalah ini
1) Soal: “Bagaimana hukum orang yang menentang ibunya dengan tidak mentaatinya karena ibu tersebut menganjurkan sesuatu yang didalamnya terdapat maksiat kepada Allah? Seperti, sang ibu menganjurkannya bertabarruj, berpergian jauh tanpa mahram. Ia berdalih bahwa hijab itu hanyalah khurafat dan tidak diperintahkan oleh agama. Karena itu ibu meminta agar saya menghadiri berbagai pesta dan mengenakan pakaian yang menampakkan apa yang diharamkan Allah bagi wanita. Ia amat marah jika melihat saya mengenakan hijab”.

Jawab: “Tidak ada ketaatan kepada makhluk, baik ayah, ibu atau selain keduanya dalam hal-hal yand di dalamnya terdapat maksiat kepada Allah. Dalam sebuah hadits shahih disebutkan:
“Sesungguhnya ketaatan itu hanyalah dalam kebaikan”.
“Dan tidak boleh ta’at kepada makhluk dengan mendurhakai (bermaksiat) kepada Al-Khaliq”
Hal-hal yang dianjurkan oleh ibu sang penanya di atas termasuk kemaksiatan terhadap Allah, karena itu ia tidak dibenarkan mentaatinya. (Syaikh bin Baz)

2) Soal : Beberapa lembaga tinggi di negara kami yang termasuk negara Islam mengeluarkan peraturan yang intinya memaksa para wanita muslimah agar melepas hijab, khususnya tutup kepala (kerudung). Bolehkah saya mentaati peraturan tersebut? Perlu diketahui, jika ada yang berani menentangnya maka ia akan mendapat sangsi besar. Misalnya dikeluarkan dari tempat kerja,dari sekolah atau bahkan dipenjara?  

Jawab : “Kejadian di negara anda tersebut merupakan ujian bagi setiap hamba”. Allah berfirman :
“Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang berdusta”. (Al Ankabut:1-3)
Menurut hemat kami, semua muslimah di negara itu wajib tidak menta’ati ulil amri (penguasa) dalam perkara yang mungkar tersebut. Karena keta’atan kepada ulil amri menjadi gugur kalau ia memerinthkan perbuatan yang mungkar. Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri di antara kamu”. (An-Nisa: 59)
Jika kita perhatikan ayat di atas, kita tidak mendapati perintah taat untuk ketiga kalinya. Hal ini menunjukkan bahwa ketaatan kepada ulil amri harus mengikuti (sesuai) dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, jika perintah mereka bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya, maka perintah itu tidak boleh dituruti dan ditaati.
“Dan tidak boleh ta’at kepada makhluk dengan mendurhakai (bermaksiat) kepada Al-Khaliq”
Resiko yang mungkin menimpa para wanita dalam masalah ini, hendaknya dihadapi dengan sabar dan dengan memohon pertolongan kepada Allah. Kita semua berdo’a, semoga para penguasa dinegara tersebut segera mendapat petunjuk dari Allah. 
Tapi, menurut hemat kami, pemaksaan tersebut tidak akan terjadi manakala wanita tidak keluar dari rumah. Jika mereka berada di rumah masing-masing, tentu dengan sendirinya pemaksaan itu tidak ada artinya sama sekali. 
Para wanita muslimah hendaknya tetap tinggal di rumah masing-masing sehingga selamat dari peraturan tersebut. 
Adapun belajar yang di dalamnya terdapat kemaksiatan, misalnya ikhtilath, maka hal itu tidak dibenarkan. 
Memang, para wanita harus belajar sesuai dengan kebutuhannya, baik di bidang agam maupun masalah dunia.
Tetapi biasanya, hal ini bisa dilakukan di rumah. Secara ringkas, dapat saya katakan, kita tidak boleh mentaati ulil amri dalam perkara yang mungkar.” (Syaikh Ibnu Utsaimin)

3) Soal: “Sepasang suami istri telah dikaruniai beberapa anak. Seorang istri menghendaki mengenakan pakaian sesuai dengan ketentuan syari’at, tetapi sang suami melarangnya. Apa nasihat Syaikh terhadap suami seperti ini?”
Jawab : “Kami nasihatkan kepada suami itu agar ia bertaqwa kepada Allah dalam urusan keluarganya. Ia juga hendaknya bersyukur kepada Allah yang memberikan isteri yang ingin menerapkan salah satu perintah Allah. Yakni memakai pakaian sesuai dengan ketentuan syari’at, sehingga menjaga keselamatan dirinya dari fitnah. 
Disamping itu, Allah memerintahkan agar para hamba-Nya yang beriman menjaga diri dan keluarganya dari api Neraka. Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (At-Tahrim:6)
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga menegaskan:
“Seseorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan bertanggunjawab atas yang dipimpinnya”. (HR Al-Bukhari).
Jika demikian halnya, patutkah seorang suami berusaha memaksa isterinya menanggalkan pakaian sesuai dengan ketentuan syara’ agar selanjutnya mengenakan pakaian yang diharamkan, yang menyebabkan fitnah?
Hendaknya sang suami tersebut bertaqwa kepada Allah dalam dirinya dan dalam urusan keluarganya. Justru ia harus bersyukur karena dimudahkan oleh Allah sehingga mendapatkan isteri shalihah tersebut. Adapun terhadap isterinya, kami nasihatkan agar ia tidak mentaati suaminya dalam kemaksiatan terhadap Allah, sampai kapan pun. Sebab tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan terhadap Al Khaliq (Syaikh Ibnu Utsaimin).


Letak Kecantikan Wanita

Disinilah Letak Kecatikan Wanita,
Untuk membentuk bibir yang menawan, ucapkan kata-kata kebaikan. Untuk mendapatkan mata yang indah, carilah kebaikan pada setiap orang yang anda jumpai. Untuk mendapatkan bentuk badan yang langsing, bagikanlah makanan dengan mereka yang kelaparan. Untuk mendapatkan rambut yang indah, mintalah seorang anak kecil untuk menyisirnya dengan jemarinya setiap hari. Untuk mendapatkan sikap tubuh yang indah, berjalanlah dengan segala ilmu pengetahuan, dan anda tidak akan pernah berjalan sendirian.
Manusia, jauh melebihi segala ciptaan lain. Perlu sentiasa berubah, diperbaharui, dibentuk kembali, dan diampuni. Jadi, jangan pernah kecilkan seseorang dari hati anda. Apabila anda sudah melakukan semuanya itu, ingatlah senantiasa. Jika suatu ketika anda memerlukan pertolongan, akan senantiasa ada tangan terhulur. Dan dengan bertambahnya usia anda, anda akan semakin mensyukuri telah dua tangan, satu untuk menolong diri anda sendiri dan satu lagi untuk menolong orang lain.

Kecantikan wanita bukan terletak pada pakaian yang dikenakannya, bukan pada bentuk tubuhnya, atau cara dia menyisir rambutnya. Kecantikan wanita terdapat pada matanya, cara dia memandang dunia. Karena di matanya terletak gerbang menuju ke setiap hati manusia, di mana cinta dapat berkembang. 
Kecantikan wanita bukan pada kehalusan wajahnya. Tetapi kecantikan yang murni, terpancar pada jiwanya, yang dengan penuh kasih memberikan perhatian dan cinta dia berikan. Dan kecantikan itu akan tumbuh sepanjang waktu.


Perhiasan Terindah di Dunia


Perhiasan Terindah di Dunia

Layaknya perhiasan yang indah dan menyilaukan mata, wanita soleh adalah perhiasan terindah di dunia. Layaknya mutiara yang berharga, yang tersimpan di dalam laut, sinarnya menembus kegelapan laut, menerangi hingga ke permukaan…

Ialah seorang wanita yang memancarkan kecantikannya dari dalam, menawarkan kehangatan persahabatan dengan tulus...

Kecantikan itu bisa pudar bila ia hanya menganggap sesuatu yang fana dan memabukkan itu berharga....

Kecantikan itu akan semakin bersinar bila ia mampu mendapatkan sesuatu yang hakiki...

Layaknya sebuah mutiara yang berdiam di dasar laut, kecantikan hakiki telah sanggup memancarkan sinarnya menembus kepekatan...

Wanita yang sanggup memberikan kehangatan dengan menjaga kehormatan diri akan menjadi mutiara terindah di dunia...